Mahalnya Biaya Masuk PTN, Dimana Tanggung Jawab Pemerintah?
(Potret Suram Pendidikan Akibat Pendiktean Liberalisasi)
DR. Yasir Ibrahim -LS DPP HTI
Pendahuluan
Berbagai model penerimaan mahasiswa baru di beberapa Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) di Indonesia, terutama yang dulu berstatus badan hukum milik negara
(BHMN), berubah menjadi BLU (Badan Layanan Umum) hampir sama cuma membedakan
tata kelola keuangan separuh disetor ke pemerintah masuk kas negara dan separuh
masuk ke kas Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Dengan BLU ini tetap biaya
mahal sehingga keluhan berbagai kalangan lantaran sudah memberatkan mahasiswa
karena biayanya sangat tinggi. Beragam nama pun muncul, mulai dari jalur umum,
jalur khusus, jalur prestasi, jalur alih jenjang, dan sejumlah nama lainnya. Pada
jalur umum saja dikabarkan biaya masuk bisa mencapai Rp 100 juta. Jumlah itu
belum termasuk biaya operasional pendidikan (BOP) yang bervariasi. Bahkan tarif
yang cukup mahal juga berlaku bagi calon mahasiswa yang menempuh jalur
penelusuran minat dan kemampuan (PMDK). Apalagi jalur khusus, yang biasa
disebut “jalur tol”, mungkin biaya itu bisa lebih mahal lagi. Mahalnya biaya
masuk dan kuliah di PTN dipandang beberapa pengelola perguruan tinggi sebagai
upaya “subsidi silang” antara mahasiswa kaya dan miskin. Salah satu PTN yang
dulu masuk BHMN menyebut biaya operasional per tahun sekitar Rp 1 triliun,
sedangkan dana dari pemerintah hanya sekitar Rp 300 miliar. Kekurangannya,
antara lain, ditutupi dari mahasiswa yang menempuh “jalur khusus” ini.