Guru
Kini Bukan Guru, Tapi Pengajar Dangkal Wawasan
Tidak selamat
hari guru Nasional.
Masih rendahnya nilai kualitas-moral guru saat ini, kita sebenarnya tidak
pantas memperingati hari Guru. Mayoritas dari guru kita yang ada di wadah formal
pendidikan dasar, menengah dan atas, adalah guru yang memanfaatkan jabatan
keguruannya hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Coba lihat gaya
kehidupan para guru tetap sekarang ini (bukan guru honorer), mereka selalu
menampakkan pola gaya hidup yang konsumtif dengan berbagai cara pamer pemilikan
barang-barang mewah serta kendaraan. Terutama pada gaya kehidupan para Kepala
Sekolah dan petinggi lainnya disekolah. Hal ini bisa terjadi karena pola
rekrutmen yang terjadi pada setiap kepala dinas diberbagai daerah adalah
didasarkan dengan transaksi uang untuk bisa menduduki jabatan tertentu yang
basah di sekolah. Budaya main uang haram sudah sangat lama berjalan disetiap
Dinas Pendidikan kita termasuk berbagai manipulasi lainnya.
Penulis
pernah memergoki seorang kepala sekolah yang sedang membuat laporan keuangan
pertanggungan jawab BOS disebuah warnet, malah kami mendapatkan isi laporannya
ternyata penuh dengan rekayasa dan manipulasi angka yang didukung dengan bon
dan kwitansi palsu. Malah beberapa Bon dan Kwitansi pengeluaran didesign pada
seorang operator warnet tersebut. Sang Kepala Sekolah ternyata sudah sering
membuatkan laporan rekayasa BOS tersebut di warnet itu.
Penulis
memandang, kejadian dan penyaksian ini adalah indikator kita bahwa sangat
banyak para Kepala Sekolah yang melakukan laporan BOS rekayasa angka dengan
beberapa bon dan kwitansi pengeluaran yang dikarang. Jadi laporan keuangan BOS
berupa sebuah karangan angka pengeluaran yang di back-up dengan bukti
pengeluaran yang dipalsukan dengan cara yang paling kotor. Malah sebenarnya keberanian para Kepala Sekolah merekayasa laporan BOS,
adalah merupakan anjuran dari para Kepala Dinas setempat, karena para Kepala
Dinas atau petinggi kedinasan memang selama ini menjadikan para Kepala Sekolah
sebagai mesin uang haram mereka yang sudah berlangsung cukup lama.
Selanjutnya,
banyaknya sekolah yang kita baca dari berbagai keluhan para orang tua murid
yang menyampaikan adanya pungutan liar haram dari sekolah seperti menjual buku
LKS, menjual buku lainnya yang dititipkan di sebuah warung dekat sekolah, yang
seolah-olah tidak ada hubungannya dengan guru sekolah terkait. Lalu adanya
acara Studi Tour bohongan yang sebenarnya adalah Wisata-Jalan-Jalan secara
hura-hura dengan membebani uang yang cukup besar bagi orang tua murid. Para
guru dan kepala sekolah, dengan cara ini rupanya, mereka melakukan pemaksaan
kepada muridnya sendiri untuk pemasukan sampingan bagi kelompok guru disekolah
itu. Sekolah adalah tempat yang
diamanatkan oleh UU Negara untuk menggali dan memperdalam filosofi ilmu
pengetahuan agar anak bangsa Indonesia bisa terampil dan pintar berpengatahuan
agar bisa memandirikan bangsa dan negaranya. Kalau pola dan kualitas guru
seperti ini, maka kita akan gagal mendapatkan SDM yang berkualitas
kedepan.
Penulis
juga membaca dari berbagai tulisan yang mengatakan bahwa guru sekarang tidak
mampu memberikan ilmu pengajarannya kepada para murid sekolah. Yang terjadi
disetiap acara pengajaran disekolah adalah hanya memenuhi persyaratan
pengajaran sesuai dengan juklak pendidikan nasional dan tidak ada sama sekali
pemberian pengertian yang mendalam terhadap meteri setiap mata pelajaran
sekolah. Oleh karena itu semaraknya bermunculan “Bimbingan Studi Komersial”
adalah merupakan pembuktian nyata bahwa cara mengajar dari setiap sekolah
adalah gagal total untuk mengantar anak murid sekolah bisa mengerti dan bisa
menguraikan dengan baik materi pelajaran, terutama pelajaran matematika, fisika,
kimia, biologi, bahasa Inggris, bahasa Indonesia. Pengamatan penulis, dari beberapa
anak di SMP dan SMA, mereka sangat sulit untuk mengerjakan sebuah soal mudah
yang penulis berikan hanya tentang matematika. Penulis sampaikan soal tersebut
kapada anak yang penulis pandang lebih pintar dari teman-teman lainnya. Pantasan
para murid seperti ini, jika mengikuti Ujian Nasional (UN), dianjurkan oleh
para guru mereka untuk saling gotong-royong mencontek dan membeli soal bocoran
atau SMS jawaban soal. Dari sini
kita bisa menilai, bagaimana kualitas para guru di sekolah SMP dan SMA saat ini.
Kita
juga bisa menilai di Kompasiana ini, bagaimana kualitas menulisnya para
guru/pengajar di SMP dan SMA termasuk para dosen. Sangat sedikit sekali dari
tulisan mereka (para guru-pengajar-dosen) yang baik dan berkualitas. Tulisan
yang disampaikan adalah merupakan refleksi pola pikir dan pola tindak dari
penulisnya. Begitu juga bagi komentator tulisan, kita bisa menilai awal, siapa
sebenarnya kualifikasi orang dibalik komentarnya. Tidak berarti bahwa tulisan
yang ditampilkan ini adalah tulisan yang sangat berkualitas. Saat ini penulis
ingin menyampaikan apa yang pernah penulis alami dan saksikan tentang kondisi
pola pengajaran disekolah, tampilannya dan hasil kajian kualitasnya. Serta
melihat adanya pertumbuhan kebutuhan penambahan pelajaran atau penambahan perolehan
pengertiaan materi pelajaran dari berbagai “Bimbingan Studi Komersial” Kita
sepakat kenyataan ini merupakan sebuah kegagalan pendidikan dasar, menegah dan
atas yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan negeri dan swasta kita selama
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar