Kamis, 03 September 2015

Guru Kini Bukan Guru, Tapi Pengajar Dangkal Wawasan



Guru Kini Bukan Guru, Tapi Pengajar Dangkal Wawasan

Tidak selamat hari guru Nasional. Masih rendahnya nilai kualitas-moral guru saat ini, kita sebenarnya tidak pantas memperingati hari Guru. Mayoritas dari guru kita yang ada di wadah formal pendidikan dasar, menengah dan atas, adalah guru yang memanfaatkan jabatan keguruannya hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Coba lihat gaya kehidupan para guru tetap sekarang ini (bukan guru honorer), mereka selalu menampakkan pola gaya hidup yang konsumtif dengan berbagai cara pamer pemilikan barang-barang mewah serta kendaraan. Terutama pada gaya kehidupan para Kepala Sekolah dan petinggi lainnya disekolah. Hal ini bisa terjadi karena pola rekrutmen yang terjadi pada setiap kepala dinas diberbagai daerah adalah didasarkan dengan transaksi uang untuk bisa menduduki jabatan tertentu yang basah di sekolah. Budaya main uang haram sudah sangat lama berjalan disetiap Dinas Pendidikan kita termasuk berbagai manipulasi lainnya.


Penulis pernah memergoki seorang kepala sekolah yang sedang membuat laporan keuangan pertanggungan jawab BOS disebuah warnet, malah kami mendapatkan isi laporannya ternyata penuh dengan rekayasa dan manipulasi angka yang didukung dengan bon dan kwitansi palsu. Malah beberapa Bon dan Kwitansi pengeluaran didesign pada seorang operator warnet tersebut. Sang Kepala Sekolah ternyata sudah sering membuatkan laporan rekayasa BOS tersebut di warnet itu.

Penulis memandang, kejadian dan penyaksian ini adalah indikator kita bahwa sangat banyak para Kepala Sekolah yang melakukan laporan BOS rekayasa angka dengan beberapa bon dan kwitansi pengeluaran yang dikarang. Jadi laporan keuangan BOS berupa sebuah karangan angka pengeluaran yang di back-up dengan bukti pengeluaran yang dipalsukan dengan cara yang paling kotor. Malah sebenarnya keberanian para Kepala Sekolah merekayasa laporan BOS, adalah merupakan anjuran dari para Kepala Dinas setempat, karena para Kepala Dinas atau petinggi kedinasan memang selama ini menjadikan para Kepala Sekolah sebagai mesin uang haram mereka yang sudah berlangsung cukup lama.  

Selanjutnya, banyaknya sekolah yang kita baca dari berbagai keluhan para orang tua murid yang menyampaikan adanya pungutan liar haram dari sekolah seperti menjual buku LKS, menjual buku lainnya yang dititipkan di sebuah warung dekat sekolah, yang seolah-olah tidak ada hubungannya dengan guru sekolah terkait. Lalu adanya acara Studi Tour bohongan yang sebenarnya adalah Wisata-Jalan-Jalan secara hura-hura dengan membebani uang yang cukup besar bagi orang tua murid. Para guru dan kepala sekolah, dengan cara ini rupanya, mereka melakukan pemaksaan kepada muridnya sendiri untuk pemasukan sampingan bagi kelompok guru disekolah itu. Sekolah adalah tempat yang diamanatkan oleh UU Negara untuk menggali dan memperdalam filosofi ilmu pengetahuan agar anak bangsa Indonesia bisa terampil dan pintar berpengatahuan agar bisa memandirikan bangsa dan negaranya. Kalau pola dan kualitas guru seperti ini, maka kita akan gagal mendapatkan SDM yang berkualitas kedepan.   

Penulis juga membaca dari berbagai tulisan yang mengatakan bahwa guru sekarang tidak mampu memberikan ilmu pengajarannya kepada para murid sekolah. Yang terjadi disetiap acara pengajaran disekolah adalah hanya memenuhi persyaratan pengajaran sesuai dengan juklak pendidikan nasional dan tidak ada sama sekali pemberian pengertian yang mendalam terhadap meteri setiap mata pelajaran sekolah. Oleh karena itu semaraknya bermunculan “Bimbingan Studi Komersial” adalah merupakan pembuktian nyata bahwa cara mengajar dari setiap sekolah adalah gagal total untuk mengantar anak murid sekolah bisa mengerti dan bisa menguraikan dengan baik materi pelajaran, terutama pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, bahasa Inggris, bahasa Indonesia. Pengamatan penulis, dari beberapa anak di SMP dan SMA, mereka sangat sulit untuk mengerjakan sebuah soal mudah yang penulis berikan hanya tentang matematika. Penulis sampaikan soal tersebut kapada anak yang penulis pandang lebih pintar dari teman-teman lainnya. Pantasan para murid seperti ini, jika mengikuti Ujian Nasional (UN), dianjurkan oleh para guru mereka untuk saling gotong-royong mencontek dan membeli soal bocoran atau SMS jawaban soal.  Dari sini kita bisa menilai, bagaimana kualitas para guru di sekolah SMP dan SMA saat ini. 

Kita juga bisa menilai di Kompasiana ini, bagaimana kualitas menulisnya para guru/pengajar di SMP dan SMA termasuk para dosen. Sangat sedikit sekali dari tulisan mereka (para guru-pengajar-dosen) yang baik dan berkualitas. Tulisan yang disampaikan adalah merupakan refleksi pola pikir dan pola tindak dari penulisnya. Begitu juga bagi komentator tulisan, kita bisa menilai awal, siapa sebenarnya kualifikasi orang dibalik komentarnya. Tidak berarti bahwa tulisan yang ditampilkan ini adalah tulisan yang sangat berkualitas. Saat ini penulis ingin menyampaikan apa yang pernah penulis alami dan saksikan tentang kondisi pola pengajaran disekolah, tampilannya dan hasil kajian kualitasnya. Serta melihat adanya pertumbuhan kebutuhan penambahan pelajaran atau penambahan perolehan pengertiaan materi pelajaran dari berbagai “Bimbingan Studi Komersial” Kita sepakat kenyataan ini merupakan sebuah kegagalan pendidikan dasar, menegah dan atas yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan negeri dan swasta kita selama ini.

Penulis berharap, tulisan ini bisa menjadi perhatian Menteri Anis Baswedan untuk bahan masukan bagi pembenahan beliau dalam pendidikan dasar, menengah dan atas secara Nasional kedepan. Terutama dalam pembenahan kualifikasi para guru serta peningkatan fasilitas pendidikan yang sepantasnya bagi pembenahan peningkatan kualifikasi pendidikan Nasional kita.(Francius Matu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar