Kamis, 26 November 2009

Bahan Masukan Untuk Pemerintah


BHMN menghambat Warga Negara Indonesia Terdidik Dan Merupakan Neoliberalisasi Pendidikan Nasional

 Pengalihan status sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), adalah bentuk lain dari neoliberalisme di bidang pendidikan. Dengan pendekatan neoliberalisme itulah, pemerintah secara sadar dan sistematis menutup akses orang miskin untuk menikmati pendidikan dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD) sekolah Menengah sampai perguruan tinggi.

Penegasan itu dilontarkan pakar pendidikan Prof HAR Tilaar dalam percakapan dengan Pembaruan di Jakarta, Kamis (15/3). Dia menegaskan, sejak awal menolak pembentukan BHMN pada PTN, karena napasnya mengabaikan semangat dan nilai-nilai UUD 1945.

Dikatakan, BHMN tersebut telah melengkapi luka orang miskin, yang tertutup aksesnya mengenyam pendidikan, karena selama ini sistem pendidikan nasional secara umum telah mengarah pada neoliberalisme. Munculnya sekolah-sekolah internasional mulai dari TK sampai SMA dengan biaya yang begitu mahal, telah menutup peluang orang miskin mendapatkan pendidikan, meskipun secara konstitusi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.


''Sejak diberlakukannya BHMN, tidak ada lagi kesempatan bagi si Ucok (miskin-Red.) untuk masuk ke PTN, apalagi pada fakultas Kedokteran yang harus dibayar Rp 45 juta bahkan ratusan juta rupiah. Memang ada PTN yang menawarkan beasiswa, tetapi itu hanya kamulflase menarik minat, Padahal setelah masuk biaya yang dibayar pun tetap selangit,'' ujarnya.

Menurut HAR Tilaar, BHMN telah mengubah orientasi PTN menjadi sebuah perusahaan pencari duit. Kalau nanti Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang kini rancangannya dibahas menjadi UU menurut HAR Tilaar yang pernah di Bappenas itu, jelas akan lebih parah lagi.

Negara yang kaya seperti Jerman kata HAR Tilaar, pemerintahnya masih bertanggung jawab atas biaya pendidikan bagi rakyatnya sampai perguruan tinggi dengan pembebasan sumbangan pembangunan pendidikan (SPP).

''Kita ini memang kaya, tetapi penduduknya kere, lalu pemerintahnya mau lepas tangan dari tanggung jawab negara atas biaya pendidikan rakyatnya, lalu kapan lagi orang miskin menikmati pendidikan,'' tanyanya.

Seperti diberikatan sebelumnya, pakar pendidikan lainnya Darmaningtyas yang juga Pengurus Majelis Perguruan Taman Siswa menilai, BHMN menutup akses orang miskin ke PTN (Pembaruan, 14/3). Bahkan pakar pendidikan Prof Dr Winarno Surakhmad menilai, BHMN telah menghambat demokrasi dan pemerataan pembangunan di bidang pendidikan (Pembaruan, 15/3).

Darmaningtyas dan Winarno pun mengingatkan agar para rektor PTN lainnya yang belum berstatus BHMN untuk mengambil hikmah dari realitas selama ini. Keduanya menyarankan agar BHMN ditinjau kembali dan BHP yang kini masih dalam bentuk BHP ditolak saja sebelum menjadi UU, karena BHP justru akan memperparah sistem pendidikan nasional secara keseluruhan.

Filantropi Pendidikan

Sementara itu, terkait dengan biaya pendidikan, Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Sekjen Depdiknas) Dodi Nandika mengatakan, filantropi pendidikan masih minim. Padahal, peran serta perusahaan- perusahaan, lembaga atau perorangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional sangat besar.

Hal itu dikemukakan Dodi kepada Pembaruan di sela-sela Konferensi Organisasi Menteri Pendidikan se-Asia Tenggara/Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) ke-42, di Nusa Dua, Bali, Rabu (14/3). Dodi mengatakan, rencana pemerintah untuk memberikan insentif pajak bagi investor yang berkontribusi pada sistem pendidikan nasional sangat relevan.

Langkah ini, kata Dodi, diharapkan mampu meningkatkan partisipasi investor mengembangkan sektor pendidikan nasional, melalui dana pengembangan masyarakat di bidang pendidikan. "Karena itu pemerintah dorong perusahaan-perusahaan untuk lebih peduli dalam pendidikan nasional," katanya.

Secara umum, jelasnya, insentif tersebut telah diatur pada draf UU di Bidang Perpajakan yang saat ini sedang dibahas pemerintah dan DPR. "Namun, secara teknis akan diatur Menteri Keuangan. Ada skim di Undang-Undang perpajakan yang memberikan insentif bagi pengusaha yang berkontribusi di sektor pendidikan," kata dia.

Dia menilai perusahaan besar sangat potensial berpartisipasi mengembangkan pendidikan di Indonesia. Dia mengatakan, pengurangan pajak bagi perusahaan yang memiliki program di bidang pendidikan merupakan salah satu target dari RUU di Bidang Perpajakan. UU di Bidang Perpajakan yang baru ditargetkan bisa merespons kondisi di berbagai sektor.

Disinggung mengenai mekanisme filantropi pendidikan, Dodi mengatakan, ada berbagai cara yang bisa ditempuh. Salah satunya adalah dengan bantuan langsung. "Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan Menkeu, Depdiknas mengusulkan bantuan diserahkan langsung, seperti dana bantuan operasional sekolah (BOS).(000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar