Jumat, 23 April 2010

Banyak Guru SBI Bahasa Inggrisnya Amburadul


Banyak Guru SBI Memalukan, Bahasa Inggrisnya memble

Tulisan pada harian Kompas 24 Juli 2009 dinyatakan bahwa sampai saat ini banyak guru belum berhasil dijadikan role model pengguna Bahasa Inggris yang baik, dan jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional di sekolah negeri, banyak di antara para guru tak siap menghadapinya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Bidang Akademik LBPP-LIA Ir Hafilia R Ismanto MM di Palembang, Jumat (24/7), dalam rangka persiapan workshop Content and Language Integrated Learning (CLIL) yang akan digelar oleh LBPP-LIA besok (25/7) di kota tersebut.
"Terlihat ada keengganan dari para guru content atau mata pelajaran untuk mengadakan pembelajaran dalam Bahasa Inggris, karena mereka harus mengubah kebiasaannya mengajar dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris," dan itu berat sekali  ujar Hafilia.

Hafilia mengaku sangat berempati menghadapi kenyataan itu. Dikatakannya, setelah mengikuti workshop CLIL Palembang yang sebelumnya telah diselenggarakan di Yogyakarta dan Pontianak, dirinya makin mengetahui ketidak siapan para guru tersebut dalam menghadapi SBI.


Di tempat terpisah, pendapat senada juga dilontarkan oleh Penasihat Pendidikan British Council Itje Chodidjah. Itje mengatakan, pemerintah terlalu gegabah memberikan harapan kepada masyarakat melalui SBI, padahal sebaliknya para pendidik terkait kebijakan itu sangat tidak siap. "Saya bicara begitu karena memang berdasarkan pengalaman di lapangan, saya melihat langsung seberapa jauh kemampuan mereka ketika di seminar dan workshop," ujar Itje.

Itje melanjutkan, ketika mengajar dengan menggunakan Bahasa Indonesia, para guru tidak bermasalah dalam tatanan konsep berpikir. Namun, begitu beralih menggunakan Bahasa Inggris dengan kemampuannya yang serba terbatas, mereka jadi bermasalah dengan konsep berpikir untuk mengajarkannya kepada siswa.
"Yang terjadi di banyak sekolah negeri yang menyelenggarakan SBI, RSBI,  kendalanya adalah ketika sampai pada proses penyampaian materi ke siswa," tukas Itje.

Malaysia Saja Menyetop!!!!!!!

Memang, bukan kemampuan bahasa yang dijadikan tolak ukur sebuah sekolah dijadikan RSBI/SBI kata Kementerian Pendidikan dalam upaya menutupi kelemahan SBI. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk menjadi RSBI/SBI sekolah harus memenuhi delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian.

Toh, baik Hafilia maupun Itje sepakat, bahwa kompetensi terpenting seorang pendidik sebagai prasyarat utama memberikan pengajaran sesuai pola SBI adalah skil bahasa internasional, yaitu Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pelajaran Matematika dan Sains.
"Jadi saya sendiri bingung, mau dibawa kemana pola SBI ini, sementara di banyak negara berpikir ulang untuk menciptakan sebuah sekolah sebagai SBI dengan membenahi berbagai kesiapannya termasuk soal bahasa," ujar Itje.

"Para guru seperti di-push/dipaksakan untuk ke satu tujuan, tetapi pembekalan mereka serta kemampuannya untuk mencapai tujuan itu tidak dengan arahan yang jelas," ujarnya.
Bukan tanpa alasan, lanjut Hafilia, mengatakan hal itu. Malaysia saja, pada 2012 nanti akan mencabut kebijakan penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk pelajaran Matematika dan sains di sekolah-sekolah negeri. Hal itu, mestinya menjadi pemikiran dan pertimbangan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pemaksaan RSBI/SBI.

"Di Thailand hanya 20 SBI, Jepang dan Korea Selatan pun membatasinya, bahkan Perancis yang sudah memulainya sejak 13 tahun lalu sampai hari ini hanya 145 SBI, kenapa di Indonesia bisa di atas 500," timpal Itje. Redaksi (karena SBI bebas menentukan SPP sekolah dan uang Pembangunan jadi uangnya banyak dan orang tua yang linglunglah yang diperas SDM manajemen sekolah negeri SBI.)

Pada tulisan Kompas 24 Juni 2009 Berdasarkan tes 'Test of English for International Communication (ToEIC)' dari sekitar 600 guru Sekolah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) SMP, SMA dan SMK di seluruh Indonesia, terungkap bahwa penguasaan Bahasa Inggris guru dan kepala sekolahnya sangat rendah alias memble..

Data tersebut diungkapkan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Surya Dharma, MPA, Ph D, di Jakarta, Selasa (23/6). Surya mengatakan, penetapan sebagai sekolah berstandar internasional (SBI) ternyata sering mengabaikan tuntutan berbahasa Inggris aktif. Akibatnya, Surya melanjutkan, kemampuan bahasa Inggris guru dan kepala sekolah di sekolah rintisan SBI rendah.

"Hasil tes itu menunjukkan standar bahasa Inggris guru dan kepala sekolah RSBI pada umumnya rendah, sebanyak 60 persennya berada pada level paling rendah kemampuan berbahasa," tutur Surya. Kepada Pemerintah kami berharap sudahlah janganlah dipaksakan, secepatnya program SBI ini ditinjau ulang untuk ditutup dan sekolah reguler SMP-SMA diberdayakan kualifikasinya. Bila ingin tetap dipaksakan, jadikan saja SBI itu sekolah swasta terlepas dari status Negeri. (ASW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar