Jumat, 17 Agustus 2012


Komite Sekolah Sebagai Komite Pelacur Sekolah

Oleh : Ashwin Pulungan

Disaat penerimaan siswa baru serta kenaikan kelas, permasalahan sekolah bagi setiap orang tua selalu saja lebih meningkat eskalasi permasalahnnya dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Hal ini bisa terjadi disebabkan tidak adanya payung hukum yang bisa dijalankan oleh setiap aparat dan instansi penegak hukum dinegeri ini. Kalau ada penegakan hukum, merupakan penegakan yang bermaksud ganda untuk kepentingan berupa “saya dapat apa dengan tindakan hukum ini”. Banyaknya laporan atas keresahan masyarakat tentang oknum guru sekolah melalaui manajemen sekolah, jarang yang ditindak lanjuti dengan benar. Keberadaan Komite Sekolah yang ada sebanyak minimal 9 orang sebagai representatif para orang tua murid, juga tidak bisa berfungsi sebagai dampak dari perekrutan dan pemilihan anggota Komite Sekolah secara malregulasi dan tidak aspiratif. Sehingga manajemen sekolah tidak dapat diawasi secara penuh dan yang selalu terjadi adalah KKN antara Kepala Sekolah dengan Tim Komite Sekolah yang sangat merugikan orang tua murid. Sehingga Komite Sekolah sudah umum dijuluki sebagai bumper manajemen sekolah serta para komite pelacur sekolah.    


Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan tuntutan untuk lebih meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat. Demikian luhurnya tujuan tersebut. Tujuan dan tuntutan tersebut lahir seiring dengan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Tuntutan tersebut telah tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 – 2004. Serta UU Nomor 20 Tahun 2000, disebutkan kemudian dan ditindak-lanjuti dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Butir-butir dari ketentuan yang penting di dalam Kepmendiknas tersebut akhirnya juga diakomodasi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Berdasarkan Petunjuk teknis Pemberdayaan Komite Sekolah Kementerian Pendidikan Nasional (2007-2009), dalam konteks kelembagaan Komite Sekolah, peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah kapasitas para pengurus Komite Sekolah, agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di daerah. Kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu :

  1. Penyusunan 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah, yang akan menjadi bahan dasar yang akan digunakan sebagai rujukan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah.
  2. Pelaksanaan kegiatan TOT (training of trainer) atau pelatihan untuk pelatih tingkat pusat yang bertugas sebagai fasilitator tingkat pusat. Materi yang diberikan pada kegiatan TOT ini adalah 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut;
  3. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Keputusan tentang pembentukan Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota tingkat kabupatan/kota. Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota ini harus menguasai materi dalam 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah melalui kegiatan antara lain dalam bentuk kegiatan pendalaman materi modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut; atau dapat dilakukan dengan TOT dengan skala kecil.
  4. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota juga membentuk Tim Fasilitator tingkat kecamatan, atau dapat menggunakan forum komunikasi Komite Sekolah tingkat kecamatan, yang kapasitasnya ditingkatkan melalui kegiatan pendalaman materi modul pemberdayaan Komite Sekolah. Materi disampaikan oleh Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota.
  5. Tim Fasilitator tingkat kecamatan dapat membentuk gugus Komite Sekolah Inti (KSIn) dan di dalamnya ada sejumlah Komite Sekolah Imbas (KSIm) yang ada di daerah kecamatan.
  6. Tim Fasilitator tingkat kecamatan melakukan tugas pendampingan atau fasilitasi kepada Komite Sekolah di daerah kecamatan, misalnya ketiga Komite Sekolah melakukan kegiatan sebagai berikut: (a) pembentukan Komite Sekolah atau pemilihan pengurus baru, (b) membentuk atau menyempurnakan AD/ART, (c) membahas RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, (d) penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), dan sebagainya.

Program pemberdayaan Komite Sekolah diharapkan secara UU dapat dilaksanakan dengan prinsip “sekali dayung dua pulau dapat dijangkau”. Artinya pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah mempunyai manfaat ganda sebagai berikut.
Pertama, pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah secara langsung diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pengurus Komite Sekolah, baik pengetahuan maupun keterampilannya.
Kedua, pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah akan dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan harapan secara tidak langsung juga dapat meningkatkan kapasitas pengurus Dewan Pendidikan.

Apa Yang Terjadi Selama Ini Dengan Adanya Komite Sekolah ?

  1. Banyak Komite Sekolah yang dibentuk secara instan tanpa diketahui oleh seluruh orangtua murid, bahkan ada yang hanya ditunjuk oleh kepala sekolahnya. Jadi proses pembentukannya pada umumnya hanya untuk sekedar memenuhi aturan dalam penerimaan subsidi dari Pemerintah;
  2. Banyak Komite Sekolah yang belum dapat menyusun AD dan ART;
  3. Dalam pelaksanaan peran dan fungsinya, beberapa Komite Sekolah ada yang lebih menekankan peran pengawasan sosial ketimbang melakukan ketiga peran yang lain seperti melaksanakan aspirasi masyarakat orang-tua murid;
  4. Banyak Komite Sekolah hanya sebagai kacung para manajer sekolah dimanfaatkan disaat ada pertemuan dengan masyarakat orangtua murid dan Ketua Komite Sekolah bersama Sekretarisnya hanya sebagai corong-bututnya manajemen sekolah;
  5. Komite Sekolah kepengurusannya bisa seumur hidup tidak pernah ada pemilihan umum Komite Sekolah oleh masyarakat orangtu murid;
  6. Ketua Komite Sekolah selalu dipilih dari seorang Sarjana atau Doktor atau Mantan tentara yang pernah berpangkat tinggi dan sang Ketua adalah orang-orang yang mudah dipengaruhi demi uang dan fasilitas sekolah (manusia bertitel tapi seperti ROBOT atau Kerbau cucuk hidung). Dimaksud oleh manajemen sekolah agar tampil lebih berwibawa tapi kenyataannya menjadi konyol bin bolot bin ondel-ondel dan menjadi bahan tertawaan para orangtua murid;
  7. Komite Sekolah tidak pernah memperjuangkan aspirasi para orangtua murid tentang persoalan pembebanan biaya-biaya yang memahalkan pendidikan Nasional dan memberatkan para masyarakat orangtua murid.

Apa Yang Didapat Para Komite Sekolah Jenis Ondel-Ondel Ini ?

Butir-butir dibawah merupakan uraian dari RAB (Renacana Anggaran Biaya) Pemberdayaan Komite Sekolah (KS) dan setiap sekolah bisa mengeluarkan untuk per bulannya bervariasi sebesar antara Rp. 15 Juta s/d Rp. 25 Juta untuk lebih kurang 9 orang anggota KS. Uraian pendapat KS berupa :

  1. Pendapatan Bulanan dari Sekolah dan bisa dirapel menjadi triwulanan,
  2. Mendapat Biaya Akomodasi dan Konsumsi,
  3. Mendapatkan Biaya Tranpostasi,
  4. Mendapatkan Biaya Nara Sumber (Mungkin untuk setiap penerimaan murid),
  5. Mendapatkan Biaya Publikasi dan Dokumentasi,
  6. Mendapatkan Biaya Pelaporan.

Oleh karena itu, Sekolah Menegah Atas atas keputusan Kepala Sekolah selalu membuat beraneka rincian biaya yang kalimatnya bisa aneh-aneh dan bisa setiap sekolah berbeda strategi kalimatnya seperti :
  1. Iuran Bukanan (Ini sudah baku dan lumrah selama tidak ada Subsidi Pemerintah),
  2. Iuran Osis/Tahun (Tidak lumrah, inikan kebutuhan organisasi siswa),
  3. Tabungan Siswa/Tahun (Tidak lumrah),
  4. Iuran Perputakaan/Tahun (Tidak lumrah),
  5. Iuran Asuransi/Tahun (Tidak lumrah),
  6. Iuran Lintas Sektoral/Tahun (Ini lucu dan tidak lumrah),
  7. Iuran Laboratorium/Tahun (mungkin bisa lumrah),
  8. Titipan Karya Wisata/Tahun (Sudah diambil diawal,Tidak lumrah),
  9. Cicilan LKS (Sangat tidak lumrah).
Jumlah b. sampai i. bisa bervariasi sejumlah Rp. 200.000,- s/d Rp.300.000,-. Bahkan ada yang menetapkan bahwa kenaikan kelas harus ada pendaftaran ulang dari para murid, seperti kondisi murid baru. Pembodohan model seperti ini tentu untuk memback-up rekayasa pengelembungan biaya yang akan dibebani kepada para orangtua murid.

Jika ada pribadi Komite Sekolah yang kritis dan selalu menyuarakan aspirasi para orangtua murid, maka sang anggota tidak akan lama bisa betah menjadi anggota KS serta bisa saja diganti dalam waktu cepat oleh Kepala Sekolah (KepSek).

Bila didalam suatu lembaga pendidikan terjadi rekayasa dan pembodohan seperti ini, tentu para murid akan mengetahui permainan kotor dan karangan konyol seperti ini yang tentunya akan berdampak kepada kualifikasi para anak didik kita kedepan. Sekolah saya saja dahulu juga melakukan trik manipulasi untuk pembiayaan sekolah tanpa melalui musyawarah dan permufakatan yang baik serta aspiratif. 

Pendidikan Nasional di Indonesia sudah sedemikian parahnya. Belum lagi permasalahan sekolah Internasional palsu bohong-bohongan seperti RSBI yang menggunakan atas nama Internasional dengan fasilitas ruang ber-AC, ber-proyektor, ber-laptop tapi kualitas pendidikan rendah. Selanjutnya membebani para orangtua murid dengan biaya pendidikan sangat mahal. Sudah saatnya UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beginilah kalau para anggota DPR-RI yang tidak berkualitas sebagai wakil rakyat menghasilkan UU No.20 tahun 2003 yang berdasarkan pesan seponsor atas nama Uang Yang Maha Kuasa. Maka Rakyat-lah yang disengsarakan oleh DPR-RI. (Ashwin Pulungan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar