Komite Sekolah Sebagai Komite Pelacur Sekolah
Oleh : Ashwin Pulungan
Disaat penerimaan
siswa baru serta kenaikan kelas, permasalahan sekolah bagi setiap orang tua
selalu saja lebih meningkat eskalasi permasalahnnya dibandingkan beberapa tahun
yang lalu. Hal ini bisa terjadi disebabkan tidak adanya payung hukum yang bisa
dijalankan oleh setiap aparat dan instansi penegak hukum dinegeri ini. Kalau
ada penegakan hukum, merupakan penegakan yang bermaksud ganda untuk kepentingan
berupa “saya dapat apa dengan tindakan
hukum ini”. Banyaknya laporan atas keresahan masyarakat tentang oknum guru
sekolah melalaui manajemen sekolah, jarang yang ditindak lanjuti dengan benar. Keberadaan Komite Sekolah yang ada sebanyak
minimal 9 orang sebagai representatif para orang tua murid, juga tidak bisa
berfungsi sebagai dampak dari perekrutan dan pemilihan anggota Komite Sekolah
secara malregulasi dan tidak aspiratif. Sehingga manajemen sekolah tidak
dapat diawasi secara penuh dan yang selalu terjadi adalah KKN antara Kepala Sekolah
dengan Tim Komite Sekolah yang sangat merugikan orang tua murid. Sehingga
Komite Sekolah sudah umum dijuluki sebagai bumper manajemen sekolah serta para komite
pelacur sekolah.
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan
tuntutan untuk lebih meningkatkan peran serta keluarga dan
masyarakat. Demikian luhurnya tujuan tersebut. Tujuan dan tuntutan
tersebut lahir seiring dengan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan
pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Tuntutan tersebut telah
tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) 2000 – 2004. Serta UU Nomor 20 Tahun 2000, disebutkan kemudian dan
ditindak-lanjuti dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Butir-butir dari ketentuan yang penting di dalam
Kepmendiknas tersebut akhirnya juga diakomodasi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan Petunjuk teknis Pemberdayaan Komite Sekolah
Kementerian Pendidikan Nasional (2007-2009), dalam konteks kelembagaan
Komite Sekolah, peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah kapasitas para
pengurus Komite Sekolah, agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara
optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di daerah. Kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah
tersebut dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu :
- Penyusunan 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah, yang akan menjadi bahan dasar yang akan digunakan sebagai rujukan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah.
- Pelaksanaan kegiatan TOT (training of trainer) atau pelatihan untuk pelatih tingkat pusat yang bertugas sebagai fasilitator tingkat pusat. Materi yang diberikan pada kegiatan TOT ini adalah 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut;
- Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Keputusan tentang pembentukan Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota tingkat kabupatan/kota. Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota ini harus menguasai materi dalam 3 (tiga) modul Pemberdayaan Komite Sekolah melalui kegiatan antara lain dalam bentuk kegiatan pendalaman materi modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut; atau dapat dilakukan dengan TOT dengan skala kecil.
- Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota juga membentuk Tim Fasilitator tingkat kecamatan, atau dapat menggunakan forum komunikasi Komite Sekolah tingkat kecamatan, yang kapasitasnya ditingkatkan melalui kegiatan pendalaman materi modul pemberdayaan Komite Sekolah. Materi disampaikan oleh Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota.
- Tim Fasilitator tingkat kecamatan dapat membentuk gugus Komite Sekolah Inti (KSIn) dan di dalamnya ada sejumlah Komite Sekolah Imbas (KSIm) yang ada di daerah kecamatan.
- Tim Fasilitator tingkat kecamatan melakukan tugas pendampingan atau fasilitasi kepada Komite Sekolah di daerah kecamatan, misalnya ketiga Komite Sekolah melakukan kegiatan sebagai berikut: (a) pembentukan Komite Sekolah atau pemilihan pengurus baru, (b) membentuk atau menyempurnakan AD/ART, (c) membahas RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, (d) penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), dan sebagainya.
Program pemberdayaan Komite Sekolah diharapkan secara UU dapat
dilaksanakan dengan prinsip “sekali
dayung dua pulau dapat dijangkau”. Artinya pelaksanaan program pemberdayaan
Komite Sekolah mempunyai manfaat ganda sebagai berikut.
Pertama,
pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah secara langsung diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas pengurus Komite Sekolah, baik pengetahuan maupun
keterampilannya.
Kedua,
pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah akan dilakukan oleh Dewan
Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan harapan secara tidak langsung juga dapat
meningkatkan kapasitas pengurus Dewan Pendidikan.
Apa Yang Terjadi
Selama Ini Dengan Adanya Komite Sekolah ?
- Banyak Komite Sekolah yang dibentuk secara instan tanpa diketahui oleh seluruh orangtua murid, bahkan ada yang hanya ditunjuk oleh kepala sekolahnya. Jadi proses pembentukannya pada umumnya hanya untuk sekedar memenuhi aturan dalam penerimaan subsidi dari Pemerintah;
- Banyak Komite Sekolah yang belum dapat menyusun AD dan ART;
- Dalam pelaksanaan peran dan fungsinya, beberapa Komite Sekolah ada yang lebih menekankan peran pengawasan sosial ketimbang melakukan ketiga peran yang lain seperti melaksanakan aspirasi masyarakat orang-tua murid;
- Banyak Komite Sekolah hanya sebagai kacung para manajer sekolah dimanfaatkan disaat ada pertemuan dengan masyarakat orangtua murid dan Ketua Komite Sekolah bersama Sekretarisnya hanya sebagai corong-bututnya manajemen sekolah;
- Komite Sekolah kepengurusannya bisa seumur hidup tidak pernah ada pemilihan umum Komite Sekolah oleh masyarakat orangtu murid;
- Ketua Komite Sekolah selalu dipilih dari seorang Sarjana atau Doktor atau Mantan tentara yang pernah berpangkat tinggi dan sang Ketua adalah orang-orang yang mudah dipengaruhi demi uang dan fasilitas sekolah (manusia bertitel tapi seperti ROBOT atau Kerbau cucuk hidung). Dimaksud oleh manajemen sekolah agar tampil lebih berwibawa tapi kenyataannya menjadi konyol bin bolot bin ondel-ondel dan menjadi bahan tertawaan para orangtua murid;
- Komite Sekolah tidak pernah memperjuangkan aspirasi para orangtua murid tentang persoalan pembebanan biaya-biaya yang memahalkan pendidikan Nasional dan memberatkan para masyarakat orangtua murid.
Apa Yang Didapat Para Komite Sekolah Jenis Ondel-Ondel Ini ?
Butir-butir dibawah merupakan uraian dari RAB (Renacana
Anggaran Biaya) Pemberdayaan Komite Sekolah (KS) dan setiap sekolah bisa
mengeluarkan untuk per bulannya bervariasi sebesar antara Rp. 15 Juta s/d Rp.
25 Juta untuk lebih kurang 9 orang anggota KS. Uraian pendapat KS berupa :
- Pendapatan Bulanan dari Sekolah dan bisa dirapel menjadi triwulanan,
- Mendapat Biaya Akomodasi dan Konsumsi,
- Mendapatkan Biaya Tranpostasi,
- Mendapatkan Biaya Nara Sumber (Mungkin untuk setiap penerimaan murid),
- Mendapatkan Biaya Publikasi dan Dokumentasi,
- Mendapatkan Biaya Pelaporan.
Oleh karena itu, Sekolah Menegah Atas atas keputusan Kepala
Sekolah selalu membuat beraneka rincian biaya yang kalimatnya bisa aneh-aneh dan
bisa setiap sekolah berbeda strategi kalimatnya seperti :
- Iuran Bukanan (Ini sudah baku dan lumrah selama tidak ada Subsidi Pemerintah),
- Iuran Osis/Tahun (Tidak lumrah, inikan kebutuhan organisasi siswa),
- Tabungan Siswa/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Perputakaan/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Asuransi/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Lintas Sektoral/Tahun (Ini lucu dan tidak lumrah),
- Iuran Laboratorium/Tahun (mungkin bisa lumrah),
- Titipan Karya Wisata/Tahun (Sudah diambil diawal,Tidak lumrah),
- Cicilan LKS (Sangat tidak lumrah).
Jumlah b. sampai i. bisa bervariasi sejumlah Rp. 200.000,-
s/d Rp.300.000,-. Bahkan ada yang menetapkan bahwa kenaikan kelas harus ada
pendaftaran ulang dari para murid, seperti kondisi murid baru. Pembodohan model
seperti ini tentu untuk memback-up rekayasa pengelembungan biaya yang akan
dibebani kepada para orangtua murid.
Jika ada pribadi Komite Sekolah yang kritis dan selalu menyuarakan
aspirasi para orangtua murid, maka sang anggota tidak akan lama bisa betah
menjadi anggota KS serta bisa saja diganti dalam waktu cepat oleh Kepala
Sekolah (KepSek).
Bila didalam suatu lembaga pendidikan terjadi rekayasa dan
pembodohan seperti ini, tentu para murid akan mengetahui permainan kotor dan
karangan konyol seperti ini yang tentunya akan berdampak kepada kualifikasi
para anak didik kita kedepan. Sekolah saya saja dahulu juga melakukan trik
manipulasi untuk pembiayaan sekolah tanpa melalui musyawarah dan permufakatan
yang baik serta aspiratif.
Pendidikan Nasional di
Indonesia
sudah sedemikian parahnya. Belum lagi permasalahan sekolah Internasional
palsu bohong-bohongan seperti RSBI yang menggunakan atas nama Internasional dengan
fasilitas ruang ber-AC, ber-proyektor, ber-laptop tapi kualitas pendidikan
rendah. Selanjutnya membebani para orangtua murid dengan biaya pendidikan sangat
mahal. Sudah saatnya UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional
diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beginilah kalau para
anggota DPR-RI yang tidak berkualitas sebagai wakil rakyat menghasilkan UU
No.20 tahun 2003 yang berdasarkan pesan seponsor atas nama Uang Yang Maha
Kuasa. Maka Rakyat-lah yang disengsarakan oleh DPR-RI. (Ashwin Pulungan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar