UN dan Character Building
Oleh : Akip Effendy
Tidak dapat
disangkal bahwa pelaksanaan Ujian Nasional dari tahun ke tahun selalu
menyisakan permasalahan klise yang tak kunjung selesai. Mulai dari kasus contek
masal, isu adanya mafia yang dengan sengaja membocorkan soal Ujian Nasional dan
kunci jawabannya, saling memberi kelonggaran kepengawasan silang antarsekolah,
hingga hasil Ujian Nasional yang dianggap belum mampu merefleksikan potensi
sebanarnya yang dimiliki siswa karena pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan Ujian Nasional belum sepenuh hati melaksanakan Prosedur Operasi
Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional.
Masih segar dalam
ingatan kita bahwa sejumlah perilaku yang mengindikasikan adanya kecurangan
terjadi dalam penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2011. Baik yang dilakukan
guru dari pihak sekolah penyelenggara Ujian Nasional, pengawas ujian, maupun
siswa peserta ujian. Yang paling fenomenal adalah kasus contek masal yang
terjadi di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Surabaya, Jawa Timur. Kasus ini
mencuat menjadi permasalahan nasional karena kasus ini baru dapat diselesaikan
setelah Mendikbud, M. Nuh, turun tangan. Kasus serupa pun terjadi di sejumlah
sekolah di Jawa Tengah, Jawa barat, bahkan di DKI Jaya.
Karena amat
klisenya kecurangan-kecurangan yang terjadi, sampai-sampai penyelenggaraan
Ujian Nasional yang tidak kredibel seperti ini oleh sejumlah pihak dijadikan
alasan untuk menggugat dibubarkannya Ujian Nasional. Ujian Nasional dipandang
tidak dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan nasional, bahkan justru
dipandang cenderung melahirkan permasalahan baru. Lebih-lebih, di era upaya
masif dunia pendidikan kita yang sedang giat-giatnya membangun karakter bangsa.
Upaya menyemaikan kembali, memupuk, dan menumbuhkembangkan nilai-nilai adiluhung
bangsa ini dikhawatirkan menjadi sia-sia, menjadi seperti mencangkul tanah di
tengah kubangan lumpur. Kekhawatiran semacam ini tentu dapat kita maklumi
karena usaha serupa pernah dilakukan dunia pendidikan kita di tahun 1996. Pada
waktu itu, dunia pendidikan kita berupaya membangun pribadi religius siswa
melalui pengembangan kurikulum yang bermuatan nilai-nilai iman dan takwa
(Imtak). Hasilnya? Bagai angin lalu. Seolah tak berbekas, hilang lenyap,
menguap entah ke mana.
Sikap
Pemerintah
Menyadari akan
pentingnya mempertahankan Ujian Nasional dan perlunya segera mengatasi seluruh
permasalahan yang timbul di sekitarnya, Mendikbud M. Nuh sebagai teknokrat yang
visioner dalam dunia pendidikan tampaknya tidak mau tinggal diam begitu saja.
Beliau memandang perlu melakukan langkah tertentu untuk mendongkrak
kredibilitas penyelenggaraan Ujian Nasional dan hasilnya. Langkah ini merupakan
kebijakan Mendikbud dalam penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012 yang
dituangkan dalam Permendikbud nomor 59 tahun 2011, yang selanjutnya dijabarkan
oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dalam bentuk Prosedur Operasi
Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012. Kebijakan ini
sekaligus merupakan ciri pembeda penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012
dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu memperluas akses keterlibatan pihak
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam penyelenggaraan Ujian Nasional, melakukan
uji petik hasil Ujian Nasional, dan penandatanganan pakta integritas.
Kebijakan ini
diambil karena dipandang bernilai strategis terhadap rencana implementasi tiga
agenda besar Mendikbud, yaitu penyelenggaraan Ujian Nasional Terintegrasi,
penghapusan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur ujian
tulis tahun 2013, dan terselenggaranya Ujian Nasional yang kredibel sebagai
wahana untuk memupuk karakter jujur, disiplin, dan bertanggung jawab siswa
sebagai peserta ujian.
Dalam berbagai
kesempatan Mendikbud menegaskan bahwa upaya membangun karakter bangsa pada diri
siswa dapat dilakukan melalui berbagai bidang. Salah satunya adalah melalui
bidang evaluasi (Ujian Nasional). Sekolah-sekolah diminta agar menjadikan Ujian
Nasional sebagai salah satu piranti membangun karakter positif bangsa. Panitia
penyelenggara Ujian Nasional pada tiap tingkat satuan pendidikan dan
pengawasnya diminta untuk turut menciptakan suasana kondusif demi tumbuh dan
berkembangnya sifat dan sikap jujur, bertanggung jawab, dan disiplin siswa
sebagai peserta ujian. Terbentuknya kepribadian positif siswa sebagai wujud
prestasi bidang afektif melalui serangkaian kegiatan pembelajaran - termasuk
penyelenggaraan Ujian Nasional - dampaknya amat besar dan bersifat jangka
panjang terhadap pola kehidupan siswa di masa-masa yang akan datang.
Seolah mau
mendukung apa yang disampaikan Mendikbud, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur,
Zainuddin Maliki, dalam suatu kesempatan menuturkan bahwa pelaksanaan Ujian
Nasional tidak perlu pengawasan ketat, yang diperlukan adalah kejujuran. Tugas
pengawas adalah mengupayakan terciptanya suasana ujian yg tertib, tenang, dan
jujur. Pengawas dalam ujian perlu bersikap persuasif-humanis. Jauhi kesan
angker, ketat, dan menakutkan karena itu akan membuat siswa peserta ujian
stres. Suasana stres peserta ujian akan mendorong terselenggaranya ujian yang
tidak fair. Memungkinkan terjadinya kecurangan-kecurangan yang pada gilirannya
tidak menjadikan Ujian Nasional sebagai salah satu piranti pembangun karakter
bangsa sebagaimana yang kita harapkan.
Pakta
Integritas
Untuk mewujudkan
pelaksanaan Ujian Nasional yang kredibel, Mendikbud mengambil kebijakan yang
selanjutnya oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dijabarkan dalam
Prosedur Oprerasi Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012,
yaitu Memperluas akses keterlibatan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam
penyelenggaraan Ujian Nasional, uji petik hasil Ujian Nasional, dan
penandatanganan pakta integritas. Dual hal yang pertama merujuk pada upaya
membangun kembali kepercayaan masyarakat dan dunia Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) terhadap keterpercayaan hasil Ujian Nasional. Sementara, satu hal yang
terakhir dimaksudkan demi terselenggaranya Ujian Nasional yang bermartabat,
terhormat, serta penuh kejujuran dan rasa tanggung jawab dari semua pihak yang
terlibat dalam penyelenggaraan Ujian Nasional.
Pakta integritas
merupakan pernyataan komitmen secara tertulis untuk mendukung terselenggaranya
Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat. Ujian Nasional yang jujur,
disiplin, dan penuh rasa tanggung jawab. Sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan
Badan Standar Nasional Pendidikan No: 0011/P/Bsnp/Xii/2011 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian
Nasional, pakta integritas harus
ditandatangani oleh panitia penyelenggara Ujian Nasional tingkat provinsi,
tingkat kabupaten/Kota, tingkat satuan pendidikan, pengawas ruang ujian, dan
peserta Ujian Nasional. Pertanyaan bernada pesimis pun muncul, bisakah Ujian
Nasional dilaksanakan dengan jujur hanya dengan cara penandatanganan pakta
integritas seperti itu? Bukankah pada tahun-tahun sebelumnya panitia
penyelenggara dan pengawas Ujian Nasional diambil sumpahnya, tetapi kecurangan
tetap saja terjadi?
Kita menyadari
bahwa carut-marut penyelenggaraan Ujian Nasional telah terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Namun, kita harus sadar pula bahwa perubahan ke arah yang lebih
baik mustahil terjadi bila kita insan pendidikan tidak melakukan ikhtiar, tidak
melakukan apa saja yang seharusnya dapat dilakukan demi terwujudnya keadaan
yang kita harapkan. Bila kita menyadari telah terjadi kezaliman dalam dunia
pendidikan kita, sementara kita tak mau berbuat apa-apa, itu sama saja dengan
kita berada dalam kehancuran yang tertunda. Sebagai insan pendidikan, kita
harus merasa terpanggil untuk memberi konstribusi demi terselenggaranya Ujian
Nasional yang terhormat dan bermartabat, sesuai peran dan tanggung jawab kita
masing-masing. Pelaksanaan Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat, di
samping hasilnya dapat merepresentasikan potensi dan prestasi belajar siswa,
juga dapat menjadi wahana bagi siswa peserta ujian untuk melatih dan menguji
diri dalam hal kedisiplinan, rasa tanggung jawab, kejujuran, percaya diri, dan
lain-lain.
Seluruh daerah
kabupaten/Kota yang dimotori oleh Dinas Pendidikan masing-masing telah
mengikrarkan diri untuk mendukung terselenggaranya Ujian Nasional 2012 yang
jujur. Pengikraran diri itu diwujudkan dalam bentuk penandatanganan pakta
integritas sebagai ungkapan kesepahaman dan komitmen untuk Ujian Nasional yang
kredibel. Bila pada tahun sebelumnya pelaksanaan Ujian Nasional di wilayah kita
masing-masing relatif tidak ada permasalahan, tahun ini kita harus merasa yakin
dan bisa bahwa pelaksanaan Ujian Nasional akan lebih baik. Kita akan mendukung
sepenuhnya garis kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Ujian Nasional yang
terhormat dan bermartabat. Ujian Nasional yang memberikan dan meninggalkan
jejak positif bagi pembangunan karakter generasi penerus bangsa ini.
Akip
Effendy, Praktisi dan Pemerhati Kebijakan Bidang
Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar