Sabtu, 28 Desember 2013

Ujian Nasional dan Moral Bangsa



UN dan Character Building

Oleh : Akip Effendy

Tidak dapat disangkal bahwa pelaksanaan Ujian Nasional dari tahun ke tahun selalu menyisakan permasalahan klise yang tak kunjung selesai. Mulai dari kasus contek masal, isu adanya mafia yang dengan sengaja membocorkan soal Ujian Nasional dan kunci jawabannya, saling memberi kelonggaran kepengawasan silang antarsekolah, hingga hasil Ujian Nasional yang dianggap belum mampu merefleksikan potensi sebanarnya yang dimiliki siswa karena pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Ujian Nasional belum sepenuh hati melaksanakan Prosedur Operasi Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional.

Masih segar dalam ingatan kita bahwa sejumlah perilaku yang mengindikasikan adanya kecurangan terjadi dalam penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2011. Baik yang dilakukan guru dari pihak sekolah penyelenggara Ujian Nasional, pengawas ujian, maupun siswa peserta ujian. Yang paling fenomenal adalah kasus contek masal yang terjadi di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Surabaya, Jawa Timur. Kasus ini mencuat menjadi permasalahan nasional karena kasus ini baru dapat diselesaikan setelah Mendikbud, M. Nuh, turun tangan. Kasus serupa pun terjadi di sejumlah sekolah di Jawa Tengah, Jawa barat, bahkan di DKI Jaya.


Karena amat klisenya kecurangan-kecurangan yang terjadi, sampai-sampai penyelenggaraan Ujian Nasional yang tidak kredibel seperti ini oleh sejumlah pihak dijadikan alasan untuk menggugat dibubarkannya Ujian Nasional. Ujian Nasional dipandang tidak dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan nasional, bahkan justru dipandang cenderung melahirkan permasalahan baru. Lebih-lebih, di era upaya masif dunia pendidikan kita yang sedang giat-giatnya membangun karakter bangsa. Upaya menyemaikan kembali, memupuk, dan menumbuhkembangkan nilai-nilai adiluhung bangsa ini dikhawatirkan menjadi sia-sia, menjadi seperti mencangkul tanah di tengah kubangan lumpur. Kekhawatiran semacam ini tentu dapat kita maklumi karena usaha serupa pernah dilakukan dunia pendidikan kita di tahun 1996. Pada waktu itu, dunia pendidikan kita berupaya membangun pribadi religius siswa melalui pengembangan kurikulum yang bermuatan nilai-nilai iman dan takwa (Imtak). Hasilnya? Bagai angin lalu. Seolah tak berbekas, hilang lenyap, menguap entah ke mana.

Sikap Pemerintah
Menyadari akan pentingnya mempertahankan Ujian Nasional dan perlunya segera mengatasi seluruh permasalahan yang timbul di sekitarnya, Mendikbud M. Nuh sebagai teknokrat yang visioner dalam dunia pendidikan tampaknya tidak mau tinggal diam begitu saja. Beliau memandang perlu melakukan langkah tertentu untuk mendongkrak kredibilitas penyelenggaraan Ujian Nasional dan hasilnya. Langkah ini merupakan kebijakan Mendikbud dalam penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012 yang dituangkan dalam Permendikbud nomor 59 tahun 2011, yang selanjutnya dijabarkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dalam bentuk Prosedur Operasi Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012. Kebijakan ini sekaligus merupakan ciri pembeda penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012 dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu memperluas akses keterlibatan pihak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam penyelenggaraan Ujian Nasional, melakukan uji petik hasil Ujian Nasional, dan penandatanganan pakta integritas.

Kebijakan ini diambil karena dipandang bernilai strategis terhadap rencana implementasi tiga agenda besar Mendikbud, yaitu penyelenggaraan Ujian Nasional Terintegrasi, penghapusan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur ujian tulis tahun 2013, dan terselenggaranya Ujian Nasional yang kredibel sebagai wahana untuk memupuk karakter jujur, disiplin, dan bertanggung jawab siswa sebagai peserta ujian.

Dalam berbagai kesempatan Mendikbud menegaskan bahwa upaya membangun karakter bangsa pada diri siswa dapat dilakukan melalui berbagai bidang. Salah satunya adalah melalui bidang evaluasi (Ujian Nasional). Sekolah-sekolah diminta agar menjadikan Ujian Nasional sebagai salah satu piranti membangun karakter positif bangsa. Panitia penyelenggara Ujian Nasional pada tiap tingkat satuan pendidikan dan pengawasnya diminta untuk turut menciptakan suasana kondusif demi tumbuh dan berkembangnya sifat dan sikap jujur, bertanggung jawab, dan disiplin siswa sebagai peserta ujian. Terbentuknya kepribadian positif siswa sebagai wujud prestasi bidang afektif melalui serangkaian kegiatan pembelajaran - termasuk penyelenggaraan Ujian Nasional - dampaknya amat besar dan bersifat jangka panjang terhadap pola kehidupan siswa di masa-masa yang akan datang.

Seolah mau mendukung apa yang disampaikan Mendikbud, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Zainuddin Maliki, dalam suatu kesempatan menuturkan bahwa pelaksanaan Ujian Nasional tidak perlu pengawasan ketat, yang diperlukan adalah kejujuran. Tugas pengawas adalah mengupayakan terciptanya suasana ujian yg tertib, tenang, dan jujur. Pengawas dalam ujian perlu bersikap persuasif-humanis. Jauhi kesan angker, ketat, dan menakutkan karena itu akan membuat siswa peserta ujian stres. Suasana stres peserta ujian akan mendorong terselenggaranya ujian yang tidak fair. Memungkinkan terjadinya kecurangan-kecurangan yang pada gilirannya tidak menjadikan Ujian Nasional sebagai salah satu piranti pembangun karakter bangsa sebagaimana yang kita harapkan.

Pakta Integritas
Untuk mewujudkan pelaksanaan Ujian Nasional yang kredibel, Mendikbud mengambil kebijakan yang selanjutnya oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dijabarkan dalam Prosedur Oprerasi Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2012, yaitu Memperluas akses keterlibatan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam penyelenggaraan Ujian Nasional, uji petik hasil Ujian Nasional, dan penandatanganan pakta integritas. Dual hal yang pertama merujuk pada upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat dan dunia Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terhadap keterpercayaan hasil Ujian Nasional. Sementara, satu hal yang terakhir dimaksudkan demi terselenggaranya Ujian Nasional yang bermartabat, terhormat, serta penuh kejujuran dan rasa tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Ujian Nasional.

Pakta integritas merupakan pernyataan komitmen secara tertulis untuk mendukung terselenggaranya Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat. Ujian Nasional yang jujur, disiplin, dan penuh rasa tanggung jawab. Sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan
Badan Standar Nasional Pendidikan No: 0011/P/Bsnp/Xii/2011 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional, pakta integritas harus ditandatangani oleh panitia penyelenggara Ujian Nasional tingkat provinsi, tingkat kabupaten/Kota, tingkat satuan pendidikan, pengawas ruang ujian, dan peserta Ujian Nasional. Pertanyaan bernada pesimis pun muncul, bisakah Ujian Nasional dilaksanakan dengan jujur hanya dengan cara penandatanganan pakta integritas seperti itu? Bukankah pada tahun-tahun sebelumnya panitia penyelenggara dan pengawas Ujian Nasional diambil sumpahnya, tetapi kecurangan tetap saja terjadi?

Kita menyadari bahwa carut-marut penyelenggaraan Ujian Nasional telah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Namun, kita harus sadar pula bahwa perubahan ke arah yang lebih baik mustahil terjadi bila kita insan pendidikan tidak melakukan ikhtiar, tidak melakukan apa saja yang seharusnya dapat dilakukan demi terwujudnya keadaan yang kita harapkan. Bila kita menyadari telah terjadi kezaliman dalam dunia pendidikan kita, sementara kita tak mau berbuat apa-apa, itu sama saja dengan kita berada dalam kehancuran yang tertunda. Sebagai insan pendidikan, kita harus merasa terpanggil untuk memberi konstribusi demi terselenggaranya Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat, sesuai peran dan tanggung jawab kita masing-masing. Pelaksanaan Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat, di samping hasilnya dapat merepresentasikan potensi dan prestasi belajar siswa, juga dapat menjadi wahana bagi siswa peserta ujian untuk melatih dan menguji diri dalam hal kedisiplinan, rasa tanggung jawab, kejujuran, percaya diri, dan lain-lain.

Seluruh daerah kabupaten/Kota yang dimotori oleh Dinas Pendidikan masing-masing telah mengikrarkan diri untuk mendukung terselenggaranya Ujian Nasional 2012 yang jujur. Pengikraran diri itu diwujudkan dalam bentuk penandatanganan pakta integritas sebagai ungkapan kesepahaman dan komitmen untuk Ujian Nasional yang kredibel. Bila pada tahun sebelumnya pelaksanaan Ujian Nasional di wilayah kita masing-masing relatif tidak ada permasalahan, tahun ini kita harus merasa yakin dan bisa bahwa pelaksanaan Ujian Nasional akan lebih baik. Kita akan mendukung sepenuhnya garis kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Ujian Nasional yang terhormat dan bermartabat. Ujian Nasional yang memberikan dan meninggalkan jejak positif bagi pembangunan karakter generasi penerus bangsa ini.
Akip Effendy, Praktisi dan Pemerhati Kebijakan Bidang Pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar