Pelaksanaan UN 2013 Pembodohan Yang Melanggar Putusan
MA
Disusun : Ashwin Pulungan
Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemedikbud) tanpa memiliki etika ketata-negaraan, masih saja melanjutkan UN
pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 walaupun sudah ada putusan yang kuat
dari MA untuk melarang pelaksanaan UN di seluruh Imdonesia. Dalam hal ini,
pemerintah melaksanakan program untuk umum dibidang pendidikan dengan cara
melanggar keputusan dari lembaga resmi dan syah secara hukum yaitu MA (Mahkamah
Agung).
Dana APBN dan dana lainnya yang dikeluarkan untuk UN pada tahun 2009 ±Rp. 572 Milyar, tahun 2010 ±Rp. 590 Milyar, tahun 2011 ±Rp.600 Milyar dan tahun 2012 ± Rp.600 Milyar. Belum lagi dana-dana lainnya setelah berkas UN sampai didaerah. Pasar gelap jawaban soal UN juga sangat riuh-meriah sehingga mendatangkan pendapatan haram bagi para oknum dari kalangan pendidikan juga. Dalam pelaksanaan UN yang konyol untuk 14-16 April 2014 kembali Pemerintah cq. Kementerian Pendidikan tidak mematuhi putusan MA dan akan berapa lagi dana APBN yang akan terkuras dengan hasil yang akan merusak sendi-sendi pendidikan nasional. Kita tidak mengerti era kepemimpinan SBY seolah tidak memiliki empati kepada semua pendapat dari masyarakat tentang UN ini.
Dana APBN dan dana lainnya yang dikeluarkan untuk UN pada tahun 2009 ±Rp. 572 Milyar, tahun 2010 ±Rp. 590 Milyar, tahun 2011 ±Rp.600 Milyar dan tahun 2012 ± Rp.600 Milyar. Belum lagi dana-dana lainnya setelah berkas UN sampai didaerah. Pasar gelap jawaban soal UN juga sangat riuh-meriah sehingga mendatangkan pendapatan haram bagi para oknum dari kalangan pendidikan juga. Dalam pelaksanaan UN yang konyol untuk 14-16 April 2014 kembali Pemerintah cq. Kementerian Pendidikan tidak mematuhi putusan MA dan akan berapa lagi dana APBN yang akan terkuras dengan hasil yang akan merusak sendi-sendi pendidikan nasional. Kita tidak mengerti era kepemimpinan SBY seolah tidak memiliki empati kepada semua pendapat dari masyarakat tentang UN ini.
Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara
ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara
RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara,
Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri
Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri
Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang
Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi, para
Penggugat/para Terbanding).
Ini berarti putusan perkara dengan Nomor Register 2596
K/PDT/2008 itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada
6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah. Namun, pada saat itu
pemerintah masih melaksanakan UN pada tahun 2008 dan 2009. Ini berarti
pelaksanaan UN 2008, 2009 yang ‘memaksa’ kelulusan siswa ditentukan beberapa
hari merupakan tindakan melanggar hukum. Dalam hal ini, Presiden SBY, Wakil
Presiden JK, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, dan Ketua
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang S, dinyatakan lalai memberikan
pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara, khususnya hak atas
pendidikan dan hak anak yang menjadi korban UN. (www.mahkamahagung.go.id)
Pelaksanaan UN di seluruh Indonesia selalu bernuansa :
-
Ujian-ujianan,
-
Bohong-bohongan,
-
Kepura-puraan,
-
Tipu-tipuan,
-
Pura-pura mengawasi (toong-toongan, keker-kekeran),
-
Pura-pura berwibawa menjaga soal UN agar tidak bocor
(padahal sudah duluan bocor),
-
Soalnya bocor-bocoran, mafia-mafiaan soal,
-
SMS-sms-an jawaban UN yang dibocorkan,
-
Cotek-contekan,
-
Musuh-musuhan setelah UN,
-
Lulus-lulusan.
Selanjutnya akan mewujudkan budaya anak didik kedepan :
-
Manusia yang tidak bisa dipercaya,
-
Cenderung berbudaya manipulasi,
-
Spontan bisa berkorupsi ria secara bergtong royong
terkoordinir, terpadu,
-
Cenderung menghilangkan rasa malu untuk berbuat maksiat.
Seharusnya, UN ditunda dahulu sampai terjadinya kesetaraan
dan kesamaan sistem belajar dan mengajar pada setiap sekolah diseluruh Indonesia.
Untuk menentukan kualifikasi standar pendidikan Nasional, diperlukan alat ukur,
parameter (tolok ukur) yang seragam yang telah diterapkan dalam bagian
manajemen sekolah diseluruh Indonesia.
Apabila parameter ini sudah berjalan baik, maka UN dapat dilaksanakan diseluruh
Indonesia.
Lengkaplah sudah perencanaan matang pembusukan PENDIDIKAN
NASIONAL.
Selamat berhasilnya atas kebodohan dan ketololan serta
kedunguan yang terulang-ulang Kepada
Yang Tidak Hormat :
1. Presiden Republik Indonesia,
2. Para Anggota DPR-RI dan MPR-RI,
3. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI,
4. Para Dirjen dan staf di Kemdikbud RI,
5. Para Gubernur, Bupati, Walikota se-Indonesia,
6. Para Kepala Dinas Pendidikan se- Indonesia,
7 Para Kepala sekolah diseluruh Indonesia,
8. Para Orang tua yang gemar menghalakan segala cara agar anaknya bisa lulus UN.
4. Para Dirjen dan staf di Kemdikbud RI,
5. Para Gubernur, Bupati, Walikota se-Indonesia,
6. Para Kepala Dinas Pendidikan se- Indonesia,
7 Para Kepala sekolah diseluruh Indonesia,
8. Para Orang tua yang gemar menghalakan segala cara agar anaknya bisa lulus UN.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar