Sabtu, 05 Desember 2009

DPRD desak Hentikan Penambahan RSBI-SBI


  DPRD Desak Dinas Pendidikan Hentikan Penambahan RSBI

Permasalahan pelencengan misi yang terjadi di Kota Malang ini, hampir merata sama terjadi dibeberapa daerah di Indonesia seperti murid yang nilainya pas-pasan, asal punya duit jutaan sesuai dengan tarif RSBI-SBI bisa diterima dan dinyatakan lulus seleksi. Kapasitas kelas RSBI-SBI yang hanya 24 orang diisi dengan 35-40 orang. Para guru yang mengajar di kelas regular sudah memudar semangat ajarnya dan lebih banyak memperhatikan kelas RSBI-SBI karena uangnya banyak apalagi para guru dituntut untuk mengikuti yang dikatakan peningkatan kualifikasi internasional. Lalu secara bertahap kelas regular dikurangi untuk mencapai sepenuhnya RSBI-SBI. Akhirnya, program SBI ini menjadi sekolah yang ditanggung para murid pembiayaannya sementara kualifikasi masih dipertanyakan maka samalah statusnya dengan sekolah swasta.

 

Para kepala sekolah dan guru serta Dinas Pendidikan setempat sangat gembira sumringah dengan program SBI ini karena terhindar dari BOS dan keuangan sekolah amat sangat besar serta pertanggung-jawabannya tidak seberat BOS. Kalau demikian niat para pendidik kita, mau dibawa kemana anak didik bangsa Indonesia ini oleh segelintir pendidik dan dinas-dinas yang kemaruk-rakus uang dunia ?

DPRD Kota Malang memutuskan program RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) dihentikan sampai tahun ini. Artinya, mulai tahun ini Dinas Pendidikan Kota Malang dilarang menambah jumlah RSBI lagi.
Keputusan internal dewan itu diambil karena program RSBI ditengarai menjadi ladang mengeruk dana masyarakat dengan jumlah tinggi. Padahal, kualitas sekolah-sekolah RSBI di Kota Malang tidak menonjol.
Ketua DPRD Kota Malang Priyatmoko Oetomo mengatakan, rekomendasi itu secara langsung akan disampaikan ke Pemkot Malang. Dewan juga telah membentuk tim kecil dari internal dewan untuk membahas kelanjutan RSBI. ”Program itu tidak sejalan dengan semangat pendidikan gratis. Karena itu RSBI jangan ditambah lagi,” ujarnya kemarin.
Karena itu, selagi masih dikembangkan RSBI, maka program pendidikan gratis untuk Kota Malang akan tetap tersendat. Padahal, undang-undang telah mengamanatkan bahwa pendidikan harus gratis untuk tingkatan tertentu.
”Di Kota Malang, RSBI dikembangkan mulai SD, SMP, hingga SMA sederajat. Padahal, SD dan SMP harus gratis dari semua pungutan biaya,” kata dia.
Yang lebih parah lagi, tarikan dana masyarakat untuk program ini sangat tinggi. Sehingga, fakta yang terjadi hanya kalangan ekonomi tertentu yang bisa masuk RSBI. Selain itu, potensi akademis tidak lagi menjadi acuan nomor satu karena siswa dengan nilai pas-pasan bisa terjaring dan diterima asal mampu membayar tinggi.
”Untuk apa dipertahankan dan diperbanyak kalau kualitasnya begitu-begitu saja. Dinas pendidikan harus tahu kondisi ini,” tandas Priyatmoko Oetomo.
Moko juga menilai bahwa RSBI di Kota Malang sudah overload atau melampaui batas karena semua sekolah berlomba mendapatkan label RSBI. ”Di kota-kota lain saja cukup satu atau dua. Sedang di Kota Malang begitu banyak RSBI,” ucapnya.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang Sofyan Edy Jarwoko menambahkan, melencengnya fakta tentang RSBI itu benar-benar menjadi sorotan anggota dewan. Bahkan, saat membahas PPAS-PAPBD (prioritas plafon anggaran sementara-perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah) persoalan ini sempat memanas. ”Sampai muncul plesetan bahwa RSBI adalah Rintisan Sekolah Bertarif Internasional,” kata dia.
Karena itu, semua anggota dewan sepakat jika program RSBI harus dihentikan alias distop tahun ini dan tidak boleh lagi ada RSBI baru. Karena implementasi RSBI di Kota Malang telah menyalahi semangat awal.
”Tim khusus nanti akan memantapkan soal ini. Sehingga tidak ada kesalahan lagi dalam mengembangkan program pendidikan,” kata Edy.
Terpisah, Sekretaris I DPKM (Dewan Pendidikan Kota Malang) Soeparto mengaku kurang setuju dengan penyetopan RSBI. Karena semangat RSBI adalah untuk menyiapkan generasi 10-20 tahun ke depan. Sehingga, tidak bisa diartikan bahwa mengajar hari ini untuk perkembangan hari ini. Tapi, mengajar hari ini untuk hasil masa depan.
”Kalau dihentikan dalam artian membubarkan RSBI yang sudah ada jelas saya tidak sepakat. Tapi, kalau menyetop tidak untuk menambah lagi, lain ceritanya,” ujar Soeparto, kemarin.
Tapi, soal penyimpangan dalam program RSBI, termasuk istilah kapal keruk Soeparto mengaku bahwa DPRD tidak sepenuhnya salah. Bahkan cukup benar. Sebab, fakta yang tersaji memang begitu. Dari pengaduan masyarakat ke DPKM, tidak sedikit yang mengaku bahwa batas maksimal tarikan RSBI sebesar Rp 5 juta, bukan lagi menjadi batas maksimal. Tapi batas minimal.
Bukan itu saja, rekrutmen mandiri program RSBI ternyata juga belum tentu masuk program RSBI. ”Penyimpangan ini sangat kental terjadi dalam program RSBI di Kota Malang,” beber Soeparto.
Bahkan, RSBI di Kota Malang dinilainya melenceng dari ruh dasar pengembangan RSBI. Ada dua kesalahan mendasar yang terjadi di Kota Malang. Yakni, rekrutmen RSBI melalui jalur mandiri dan manajemen keuangan RSBI yang ternyata tidak semua dianggarkan untuk siswa RSBI.
”Karena untuk menyiapkan generasi 20 tahun akan datang, maka semua harus pilihan. Dalam hal ini tentu saja potensi akademiknya,” kata dia.
Tapi, yang terjadi di Kota Malang calon siswa RSBI direkrut secara mandiri dengan modal pas-pasan. Padahal idealnya sistem rekrutmen dilakukan lewat PSB Online dulu. Baru setelah itu disaring kembali siswa dengan kemampuan tinggi tapi kuat secara finansial.
”Sekarang yang terjadi sebaliknya, akademik pas-pasan, tapi modal tinggi yang bisa menembus,” tandas direktur kerjasama luar negeri UMM itu.
Persoalan itu, sambung dia, sebenarnya telah disampaikan DPKM ke diknas. Terutama soal penggunaan anggaran yang tidak pas. Tapi, jawaban diknas anggaran di atas batas maksimal Rp 5 juta sebagian digunakan untuk subsidi silang siswa reguler yang bebas biaya pendidikan.
”Ini sudah campur aduk namanya. Karena itu RSBI harus kembali ke ruh asal. Baik sistem rekrutmen maupun pendanaan,” tandasnya.
Seperti diketahui, hingga saat ini di Kota Malang ada sekitar 12 sekolah RSBI. Belasan RSBI itu tersebar mulai SD, SMP, SMA, hingga SMK. Rinciannya, untuk SD ada dua sekolah yakni SDN Kauman I dan SD Model Tlogowaru, untuk SMP ada tiga yaitu SMPN 1, 3, dan 5. Sedangkan untuk SMA ada lima sekolah, yakni SMAN 1, 3, 4, 5, dan 8. Sementara untuk SMK ada tiga sekolah, masing-masing SMKN 3, 4, dan 5. (Radarmalang)                                           (UUUUU)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar