Jumat, 18 Desember 2009

Pemerintah harus hapus Unas Dan Patuhi Putusan MA




Ujian Nasional Dihapus
Pemerintah Harus Patuh pada Putusan MA

Mahkamah Agung (MA) melarang ujian nasional (UN) yang diadakan Departemen Pendidikan Nasional di seluruh Indonesia. Putusan itu keluar setelah MA menolak kasasi gugatan UN yang diajukan Pemerintah.
Seperti dilansir situs MA.go.id, MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono dan kawan-kawan.

”Majelis hakim terdiri dari Ketua Majelis Hakim Mansyur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abas Said,” terang Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas MA, Andri Tristianto ketika dikonfirmasi, Rabu  (25/11/09).


Dalam isi putusan ini, para tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru.

Atas dikabulkan gugatan itu, penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Education Forum (EF) mendesak pemerintah mematuhi putusan MA. “Serta meminta pemerintah tidak melakukan upaya hukum apapun,” ujar Koordinator Tekun Gatot Goei di sela-sela acara syukuran di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro.

Tekun dan EF sendiri mengajukan tiga tuntutan. Yaitu, mendesak MA agar secepatnya memberikan salinan putusan kepada tim advokasi, mendesak pemerintah menghargai upaya hukum dan hasil keputusan, juga mendesak presiden untuk merevisi kebijakan unas dengan menghapus ujian tersebut sebagai syarat kelulusan.

Ketua Education Forum Suparman mengatakan, dengan adanya putusan MA yang menolak UN, pemerintah diminta melakukan peninjauan ulang terhadap sistem pendidikan nasional. “Terlebih lagi terhadap kebijakan unas di tengah kualitas guru yang masih buruk. Demikian pula dengan sarana dan prasarana sekolah dan terbatasnya akses informasi,” jelas Suparman saat acara syukuran bersama para siswa korban unas 2006 di yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

 Anggota Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Mungin Eddy Wibowo mengatakan, kebijakan pemerintah meneruskan unas lantaran berpijak pada PP 19/2005 tentang standarisasi nasional pendidikan (SNP). Bahwa, kelulusan siswa tak hanya ditentukan oleh guru dan sekolah, tapi juga melalui ujian nasional. “Jadi, juga tak benar bahwa unas sebagai satu-satunya penentu kelulusan. Ini yang harus dipahami,” terang Mungin Eddy Wibowo.

Rencananya, BSNP bakal menghadap komisi X DPR-RI untuk membahas tentang ujian tersebut. “Tunggu saja pembahasan kami lebih lanjut bersama DPR,” ungkapnya.

Secara terpisah, Mendiknas Moh Nuh mengatakan, Depdiknas bakal menerima keputusan apapun setelah peninjauan kembali (PK) diajukan. Sebagai tergugat, kata Nuh, pemerintah juga memiliki hak untuk menempuh jalur hukum lebih tinggi. “Ini bukan soal kalah-menang. Tapi, kami akan berupaya menyakinkan hakim terkait persoalan ini. Kami akan jelaskan UN itu seperti apa,” terang Nuh usai upacara peringatan Hari Guru di Depdiknas. Kendati amar kasasi sudah turun, Nuh optimistis UN bakal berlanjut.

Sementara itu, Mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) selaku ‘pelopor UN’ meminta Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA. Sebab, menurut JK, pelaksanaan UN berhasil meningkatkan mutu pendidikan  nasional.
JK menjelaskan, pelaksanaan UN selama tiga tahun terakhir ini telah mencapai hasil yang luar biasa. Tanpa standardisasi nilai, lanjut JK, para pelajar tidak akan mau belajar keras.

Gugatan Terhadap Ujian Nasional (UN).

1. 21 Mei 2007: Pengadilan negeri Jakpus memutuskan pekara gugatan Citizen Law Suit tentang unas nomor 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST: memutuskan mengabulkan gugutan para penggugat.
2.  Para tergugat (presiden, wakil presiden, mendiknas, ketua BSNP mengajukan banding ke pengadilan tinggi Jakarta.
3.  6 Desember 2007: Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusan nomor
377/PDT/2007/PT.DKI menguatkan putusan PN Jakarta pusat. Atas putusan tersebut, tergugat mengajukan permohonan kasasi ke MA.
4. 14 September 2009: website MA bernomor register 2596 K/PDT/2008 memutuskan menolak permohonan kasasi yang diajukan pemerintah Depdiknas berencana mengajukan peninjauan kembali (PK)

UN Dihapus, DKI Siapkan Standar Nilai Provinsi


Adanya amar putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menghapuskan penyelenggaraan ujian nasional (UN) bagi tingkat SMP, SMA, serta tingkat sederajat, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) apakah akan melakukan amar putusan MA soal penghapusan penyelenggaraan ujian nasional (UN) bagi tingkat SMP, SMA, serta tingkat sederajat atau tidak.

Kendati demikian, Dinas Pendidikan DKI sedang menyiapkan standar nilai UN yang akan diberlakukan jika Depdiknas menyatakan akan menghapus UN mulai tahun 2010. “Kami berinisiatif sendiri untuk mempersiapkan standar propinsi. Sebenarnya, untuk menentukan standar nilai kelulusan, sangat sulit jika diterapkan secara lokal dan sporadik,” kata Taufik Yudi di Jakarta, Jumat (27/11/09).
                       
Usul terbaik atas amar putusan Mahkamah Agung (MA) tentang UNAS :
1.       Apabila pemerintah tetap ngotot untuk melaksanakan unas diseluruh Indonesia, maka pemerintah telah melakukan tindakan melawan putusan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga yudikatif tertinggi di Indonesia. Putusan MA didasari dengan UU yang berlaku. Pemerintah hanya mempertahankan gensinya berpegang pada PP No.19/2005 tentang standarisasi nasional pendidikan (SNP). Dalam hal ini, pemerintah bisa di lengserkan oleh rakyat.
2.       Pemerintah belum saatnya melaksanakan unas mengingat belum berjalannya mekanisasi standard nasional tentang kualifikasi pendidikan diseluruh Indonesia, maka unas perlu ditunda hingga standar kualifikasi tercapai. Dalam hal ini, pemerintah sangat perlu bersegera membenahi manajemen Departemen Pendidikan serta Dinas-Dinas Pendidikan di seluruh propinsi sehingga tercapai kualifikasi manajemen yang bersih dan bertanggung jawab bebas dari manipulasi.
3.       Dalam pelaksanaan unas selama ini, banyak sekolah yang membocorkan soal ujian unas agar image sekolah tidak jatuh karena tingkat kelulusan yang rendah. Ketidak jujuran ini harus segera dihilangkan karena akan menghancurkan kualifikasi pendidikan pada tingkat nasional serta target tidak efektif (Biaya Unas ±Rp. 515 Milyar). Disamping itu banyak pula gangguan kejiwaan dari para siswa yang tidak lulus unas. Atas dasar ini, pemerintah seharusnya mendengarkan serta memahami kondisi masyarakat dengan menunda unas.
4.       Apabila pemerintah jadi menunda unas, maka pemerintah mempersiapkan kepada semua propinsi untuk membuat standar nilai pendidikan propinsi yang diberikan wewenang penilaiannya serta kesiapannya kepada masing-masing manajemen sekolah. Monitoring atas standar nilai pendidikan propinsi ini, adalah merupakan bagian persiapan unas kedepan yang lebih lengkap dan bermutu.  (000-AP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar